Saturday, February 17, 2018

Terima kasih, pentingkah?

Ilustrasi: ciwir.blogspot.co.id
Seberapa penting kata terima kasih itu diucapkan? Bagi saya ucapan yang terdiri dari dua kata itu penting sekali diucapkan oleh siapa saja kepada lawan bicaranya tatkala ia menerima jasa tertentu atau menerima hadiah dari orang lain atau apalah alasan lainnya.

Kalau saya membeli sesuatu, misalnya, lalu setelah memberikan uang dan saya menerima barangnya, saya sangat senang ketika penjual mengucapkan “Terima kasih, ya!” Memang kalau dipikir-pikir tidak penting mengucapkan terima kasih. Toh, dia sudah membayar dan barangnya sudah dia terima.
Memang sebenarnya kondisinya begitu, tapi bagi saya bisnis itu bukan sekadar persoalan barang dan uang. Anda membeli di kedai saya, Anda bayar, barang saya kasih. Selesai cerita. Ini belum selesai menurut saya.

Penjual perlu membangun hubungan emosional dengan pembeli. Caranya melalui ucapan terima kasih itu. Pembeli merasa senang ketika kepadanya diucapkan terima kasih. Karena senang itulah, ia lalu datang kembali ke kedai tersebut untuk membeli. Malah bisa menjadi pelanggan si penjual. Semua itu hanya gara-gara ucapan terima kasih.

Mengapa penjual perlu mengucapkan terima kasih kepada pembeli? Saya kasih logikanya begini. Andai kata Anda penjual baju. Pastinya selain Anda, ada puluhan penjual baju lainnya yang sama menjajakan barang yang sama dengan Anda dan kedai mereka berdampingan dengan Anda.

Nah, mengapa dia tidak membeli di kedai orang lain, tetapi justru datang ke kedai Anda? Jawabannya sederhana, karena kedai Anda memikat baginya, entah karena apa. Mungkin banyak jenis pakaiannya, mungkin murah dibandingkan kedai lain, mungkin juga karena senyum Anda yang mengambang ketika calon pembeli melewati kedai Anda.

Terserah apa pun alasannya. Yang pasti itu adalah kesan pertama. Maka, manfaatkan kesan pertama itu sebaik mungkin sebelum pembeli hanya membeli di kedai Anda untuk pertama dan terakhir.
Cara memanfaatkannya bagaimana? Ya, gampang saja. Layani pembeli dengan baik. Bertuturlah yang lembut. Kalau pembeli menawar harga barang yang tidak logis, misalnya harga barang 70 ribu, dia minta 20 ribu, perbanyak sabar. Jangan marah karena dia menawar dengan harga begitu. Tetap tersenyum. Jangan katakan, “Oooo, jak mita u keudѐe laén keudéh.” Ingat, tetap tersenyum. Terakhir, jika dia membeli barang kita, setelah barang kita berikan, ucapkan, “Terima kasih ya!” atau “Teurimong gaséh beh. Pѐng keu lôn, barang keu droen.”

Ini penting menurut saya.  Inilah cara membangun hubungan emosional dengan membeli. Saya yakin, hanya karena terima kasih, pembeli akan kembali berbelanja lagi ke kedai Anda. Sekian![]

Wednesday, July 27, 2016

Meluruskan Pokemon Si ‘Aku Yahudi’

YouTube.com
Di berbagai media lokal santer tersiar kabar bahwa Ibunda Illiza (wali kota tercinta) mengharamkan Pokemon Go. Alasannya karena maknanya ‘Aku Yahudi’. Ini diperoleh sang bunda melalui berbagai berita terkait arti kata Pokemon yang dibagikan kepada beliau melalui berbagai media daring.

Alasan tersebut saya ketahui setelah

Friday, June 24, 2016

Gulѐe Jruek, Kuliner Maknyus Orang Aceh


Gulee Jruek
Berbuka puasa dengan kue adalah hal biasa. Begitu pula dengan menu lainnya seperti ikan dengan berbagai variasi masakannya, sayur-sayuran dengan berbagai ragamnya, atau ayam dengan berbagai variasi menunya.

Namun, Anda akan merasakan sensasi yang luar biasa manakala berbuka puasa dengan jruek.
Jruek (asam durian) adalah kuliner khas Aceh wilayah barat selatan dan telah ada sejak zaman endatu. Maka, jangan berharap Anda akan menemukan kuliner ini di tempat lain.

Jruek terbuat dari durian masak. Isi durian diambil, lalu disimpan agar asam. Meski demikian, jruek juga bisa dibuat tanpa harus menunggu asam dulu. Hanya saja, bila hendak dijadikan gulai, harus diasamkan dulu dengan jeruk nipis. Dari segi warnanya, sudah pastilah berwarna kekuningan, tetapi sudah berubah rasa menjadi asam.

Jruek dapat diolah menjadi beberapa menu makanan. Ada yang menjadikannya

Monday, June 20, 2016

Kapan Nikah?

Banyak lajang menghindar dari pertanyaan “Kapan nikah?” Katanya, meski hanya dua kata, pertanyaan itu terasa menusuk, menghujam kuat di dalam dada. Ya, menusuk laksana tertusuk duri, menyayat ibarat sembilu.

Ah, segitunya? Betapa tidak, meski sebenarnya retorik, pertanyaan itu memantik kembali alam kesadaran orang yang menjadi sasaran penanya bahwa ia masih lajang, sementara teman-temannya semua telah menikah. Konon lagi, pertanyaan itu melahirkan “libido” kegelisahan, mungkin berujung insomnia, tatkala mengingat kawan-kawannya sudah punya anak satu, dua, tiga, bahkan sebanyak tim pemain sepak bola. Lengkap sudah penderitaan hati, makin tertusuk dan makin tersayat J.

Belum lagi mengingat isi kantong,

Wednesday, June 15, 2016

Begini Cara Memilih Materi Ajar Sastra

Pendahuluan

Dalam setiap pembelajaran sastra, termasuk pula pembalajaran bahasa atau pembelajaran lainnya, keberhasilan pembelajaran merupakan dambaan setiap guru. Rasa kecewa yang sangat mendalam tentu saja akan muncul dari pribadi guru itu sendiri manakala pembelajaran yang ia lakoni tidak menghasilkan apa-apa bagi peserta didik. Oleh karena itu, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai keberhasilan pembelajaran sastra yang ia lakoni tersebut. Usaha yang ia lakukukan ini juga membuktikan keprofesionalan ia sebagai seorang guru.

            Usaha-usaha yang ia lakukan untuk mencapai keberhasilan tersebut dapat berupa merumuskan tujuan pembelajaran, memilih metode, teknik, dan model pembelajaran, dan memilih materi ajar. Namun, hal yang sangat disayangkan adalah

Friday, June 10, 2016

Benarkah Penulisan 'Siapa Namanya' dalam Bahasa Indonesia?

Iustrasi. +YouTube 
Dalam praktik pemakaiannya, cukup banyak orang menggunakan bentuk –nya yang dipadukan dengan kata dasar tertentu, seperti Siapakah namanya?, atau Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Lantas, benarkah penggunaannya tersebut?

Fungsi akhiran –nya ada beberapa macam, antara lain, pengganti orang ketiga tunggal, pembendaan, dan penegas. Jika kita akan menanyakan nama orang yang disapa, kita berhadapan dengan orang kedua, seperti Adik, mu, kamu, Saudara, Bapak, dan Anda. Karena itu, penggunaan akhiran –nya pada siapa namanya sangat tidak cocok.

Pertanyaan Siapa namanya digunakan jika penanya ingin mengetahui nama orang ketiga, bukan untuk menanyakan nama orang yang diajak berbicara. Jadi, perbaikan yang benar untuk bentuk di atas adalah sebagai berikut:
a.       Siapa namamu?
b.      Siapa nama Adik?
c.       Siapa nama Saudara?

d.      Namamu siapa, Nak?